Kasus korupsi di Indonesia ibarat gunung es, kecil dipermukaan menggurita didalamnya. Juga ibarat patah tumbuh hilang berganti dan mati satu tumbuh seribu, semua silih berganti pelaku dan lokasi serta kasusnya. Artinya setiap kali ada yang tertangkap oleh aparat, sudah ada pelaku lain yang akan ditangkap dan menyebar di seluruh wilayah negeri ini. Hingga saat ini setelah 20 tahun reformasi, korupsi bukan makin berkurang tetapi malah makin merajalela. Bahkan bisa dikatakan Indonesia adalah negeri darurat korupsi. Upaya penanganan juga belum memberikan titik terang sebagai upaya menyelesaikan masalah.
Bertempat di Aula Kampus Institut Teknologi Telkom Purwokerto, Pakar Sosiologi Korupsi FISIP Unsoed Dra. Rin Rostikawati, M.Si., Rabu (9/5), memberikan kuliah umum yang bertema Mengenali Korupsi dan Peran Mahasiswa dalam Mencegah Korupsi. Kuliaah umum diselenggarakan oleh Fakultas Teknik Telekomunikasi dan Elektro (FTTE) IT Telkom Purwokerto.
Mengawali paparannya Rin Rostikawati menyampaikan bahwa salah satu modal dasar timbulnya korupsi adalah dari perilaku manusia yang tidak sadar akan perbuatan yang tidak terpuji seperti berbohong. Korupsi di era millennia seperti sekarang ini menjadi suatu kondisi yang membuat riskan di mata warga negara, akibat perilaku korupsi yang dilakukan oleh pejabat Negara mengakibatkan lunturnya sikap kepercayaan terhadap para pemimpin. Penanganan yang seperti tebang pilih dan tidak tuntas juga mengakibatkan apatisnya warga negara terhadap penegakan hokum di bidang korupsi. Akibat lebih besar adalah warga negara terkesan menutup mata dan lebih baik masa bodo terhadap pesan-pesan yang dilontarkan oleh para petinggi negara dan akhirnya permisif terhadap korupsi.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa bentuk korupsi sangat beragam atau bercabang sangat banyak seperti tertuang dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal dalam undang-undang tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi pemerasan bisa berupa adanya gratifikasi dana dari pejabat ke pejabat lainnya, dari pengusaha ke pejabat, dari pejabat ke stakeholder bahkan bisa melibatkan adanya kepentingan dari partai politik sebagai wadah sekaligus kendaraan politik bagi calon Bupati, Walikota, Gubernur atau Presiden, yang mengantarkan mereka meraih suatu kekuasaan. “Dalam prakteknya mereka menyuarakan akan janji-janji yang tertuang dalam rencana program-program yang ditawarkan kepada masyarakat luas ketika mereka berkampanye, seakan mereka benar tetapi pada kenyataannya tidak semuanya bisa terealisasi sesuai harapan publik”, jelasnya.
Tindakan korupsi yang terjadi seperti sekarang ini ditimbulkan setidaknya ada dua faktor utama, yaitu faktor internal dan eksternal. “Faktor internal itu berupa sikap materialistik, konsumtif, dan mereka tidak mau bekerja keras, sedangkan faktor eksternal berupa sikap yang kurang teladan menjadi pemimpin, adanya kepentingan politik, hukum, ekonomi atau birokrasi, yang memberikan ruang seseorang hingga semuanya memiliki sikap extraordinary crime yakni sikap kejahatan yang dikategorikan sebagai kejahatan tingkat tinggi, yang pada umumnya dilakukan dengan siasat yang sangat rapi dan terencana hingga akan sangat susah membongkar kasusnya, mereka tidak sadar dan tidak mau menyadari dampak sosiologis dan psikologis dari tindakan korupsi yang jauh lebih besar”, tambahnya. “Bahkan pakar dan pegiat anti korupsi dari Universitas Gadjah Mada menyebutkan, bahwa kerugian social yang ditimbulkan dari tindakan korupsi bisa mencapai 100 kali lebih besar dari kerugian finansial dari tindakan kosupsi”, tegasnya.
Dimana peran mahasiswa dalam mencegah korupsi ? Dalam sejarah perjalanan Republik indonesia, mahasiswa selalu memiliki peran dalam setiap tahapannya, mulai Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan RI 1945, Lahirnya orde Baru 1966 dan Reformasi 1998. “Dengan modal dasar yang mereka miliki, yaitu kemampuan intelektual yang tinggi, jiwa muda yang penuh semangat, dan idealisme yang murni, kemampuan berpikir kritis, dan keberanian untuk menyatakan kebenaran, mahasiswa bisa melibatkan diri dalam gerakan anti korupsi yang dimulai dari lingkungan keluarga, kampus, masyarakat sekitar hingga tingkat local atau nasional’, pungkasnya.
Maju Terus FISIP Unsoed…Tidak Kenal Menyerah….!!!