RUU Kamnas: Integrasi atau Disintegrasi Bangsa

Itulah pertanyaan yang akan dijawab oleh Keluarga Besar Mahasiswa Sosiologi (KBMS) Fisip UNSOED lewat Seminar Nasional yang digelar hari Sabtu (07/12) di Aula FISIP Unsoed. UU Keamanan Nasional lahir dari transisi Indonesia menuju reformasi sebagai antisipasi munculnya rezim otoriter karena rezim otoriter bisa lahir dari demokrasi. Dalam proses itu ada yang namanya disintegrasi. Melihat pentingnya masalah tersebut maka KBMS menggelar seminar nasional dengan tema “Potensi RUU Kamnas Terhadap Disintegrasi Bangsa”.

Ketua KBMS FISIP Unsoed, Restu Hermawan mengatakan bahwa tujuan seminar nasional ini untuk mengkaji RUU Kamnas dan melatih daya kritis mahasiswa untuk mencermati RUU Kamnas, kaitannya dengan potensi RUU Kamnas tehadap disintegrasi bangsa dalam kerangka ilmiah, sesuai dengan slogan KBMS yaitu freedom in disscuss. Dekan Fisip Dr. Ali Rokhman, MSi, sangat mengapresiasi seminar ini. ”Seminar ini menjadi bentuk kepedulian mahasiswa terhadap permasalahan bangsa, namun tetap dalam kerangka ilmiah”, tegasnya. Diharapkan kedepan makin banyak keluarga mahasiswa jurusan lain, yang menyelenggarakan kegiatan-kegiatan ilmiah dengan tema masalah kebangsaan atau kemasyarakatan yang aktual.

Seminar menghadirkan Dr. Otto Iskandar Ishaq dari Komnas HAM RI, Hariyadi, Ph.D dosen Fisip dan dari militer ini bertujuan untuk mendengar pendapat dan ulasan dari sisi yang berbedaan kontra terhadap RUU Keamana Nasional atau RUU Kamnas ini. Namun dari pihak militer tidak dapat hadir karena ada tugas ke daerah.

Dr. Otto Iskandar Ishaq menyampaikan, “RUU Kamnas memiliki potensi munculnya rezim otoriter, karena pada RUU tersebut ada pasal tentang dewan keamanan nasional yang mengintegrasikan semua komponen seperti presiden, panglima TNI dan Polri, ini yang berbahaya”. Dari segi institusionalisasi kekuasaan, ini memberi kewenangan berlipat, jika presiden ingin mengeluarkan status darurat militer, tidak perlu berkonsultasi pada DPR. Karena kewenangan berlipat itu, dewan nasional akan bersifat otoriter dan dimungkinkan ada penghilangan atau pengurangan terhadap HAM. Meskipun otoritarian bisa dilakukan oleh seluruh komponen bangsa, seperti otoritarian pelanggar HAM militer, demokrasi pelanggar HAM nya polisi dan otoritarian turun ke jalan, yaitu organisasi yang anarkis, baik itu organisasi etnis, agama dsb. Untuk mengantisipasi itu maka dibuat RUU Penanganan Konflik Sosial (PKS), yang isinya 80% sama dengan RUU Kamnas.

Hariyadi, Ph.D (Sosiolog) mengatakan, negara ada karena untuk menjamin rasa aman kepada rakyatnya. “RUU Kamnas ini multitafsir dan kabur, apa yang akan diatur kurang jelas, antara masalah keamanan atau pertahanan”, tegasnya. Hal ini bisa menjadi legitimasi bagi militer untuk memperkuat peran dan fungsinya dalam mengambil tindakan. Presiden dalam penyelenggaraan Kamnas dapat mengerahkan unsur TNI untuk menanggulangi ancaman bersenjata dalam keadaan tertib sipil. RUU Kamnas memperkuat pengawasan negara terhadap masyarakat sipil, tetapi tidak mengatur mekanisme pengawasan secara rinci, sehingga mempersempit ruang kritik sosial dan berpotensi membenturkan kelompok-kelompok masyarakat. (KBMS)

Posted in Seminar, Uncategorized.